Warning!!!!! ketawanya jangan berlebihan yach...
Kalau cowok ganteng pendiam, cewek-cewek bilang: Woow, cool banget…
Kalau cowok  jelek pendiam, cewek-cewek bilang: Ih  kuper…
Kalau cowok ganteng jomblo, cewek-cewek bilang: Pasti dia perfeksionis
Kalau  cowok jelek jomblo, cewek-cewek bilang: Sudah jelas…kagak laku…
Kalau cowok ganteng  berbuat jahat, cewek-cewek bilang: Nobody’s  perfect
Kalau cowok jelek berbuat jahat, cewek-cewek bilang: Pantes…tampangnya kriminal
Kalau  cowok ganteng nolongin cewe yang diganggu preman, cewek-cewek  bilang: Wuih, jantan…kayak di  filem-filem
Kalau  cowok jelek nolongin cewe yang diganggu preman, cewek-cewek  bilang: Pasti premannya temennya  dia…
Kalau  cowok ganteng dapet cewek cantik, cewek-cewek bilang: Klop….serasi banget…
Kalau  cowok jelek dapet cewek cantik, cewek-cewek bilang: Pasti main dukun…
Kalau  cowok ganteng diputusin cewek, cewek-cewek bilang: Jangan sedih, khan masih ada aku…
Kalau  cowok jelek diputusin cewek, cewek-cewek bilang:…(Terdiam, tapi   telunjuknya meliuk-liuk dari atas ke bawah)
Kalau cowok ganteng  ngaku indo, cewek-cewek bilang: Emang  mirip-mirip bule sih…
Kalau cowok jelek ngaku indo,  cewek-cewek bilang: Pasti ibunya Jawa,  bapaknya robot…
Kalau cowok ganteng penyayang binatang,  cewek-cewek bilang: Perasaannya  halus…penuh cinta kasih
Kalau cowok jelek penyayang  binatang, cewek-cewek bilang: Sesama  keluarga emang harus menyayangi…
Kalau cowok ganteng  bawa BMW, cewek-cewek bilang: Matching…keren  luar dalem
Kalau cowok jelek bawa BMW, cewek-cewek bilang: Mas, majikannya mana?…
Kalau  cowok ganteng males difoto, cewek-cewek bilang: Pasti takut fotonya kesebar-sebar
Kalau  cowok jelek males difoto, cewek-cewek bilang: Nggak tega ngeliat hasil cetakannya ya?…
Kalau  cowok ganteng naek motor gede, cewek-cewek bilang: Wah, kayak lorenzo lamas…bikin lemas…
Kalau  cowok jelek naek motor gede, cewek-cewek bilang: Awas!! mandragade lewat…
Kalau  cowok ganteng nuangin air ke gelas cewek, cewek-cewek bilang: Ini baru cowok gentlemen
Kalau  cowok jelek nuangin air ke gelas cewek, cewek-cewek bilang: Naluri pembantu emang gitu…
Kalau  cowok ganteng bersedih hati, cewek-cewek bilang: Let me be your shoulder to cry on
Kalau  cowok jelek bersedih hati, cewek-cewek bilang: Cengeng amat!!!…ini laki-laki apa bukan  sih?!!
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Selamat datang sahabat-sahabatku....
belajar yuuuk
belajar yuuuk
Sabtu, 12 Februari 2011
Kamis, 03 Februari 2011
Silsilah Hadits Dla'if (lemah)
الدِّيْنُ هُوَ اْلعَقْلُ، وَمَنْ لاَ دِيْنَ لَهُ،  لاَ عَقْلَ لَهُ 
“Agama itu adalah akal, dan siapa yang tidak memiliki  agama, maka berarti dia tidak berakal.” 
Pendapat Para Ulama Hadits
1. Imam an-Nasa`iy, “Ini adalah hadits Bathil dan Munkar.”
2. Ibn Hajar (ketika mengomentari lebih kurang 30-an hadits tentang keutamaan akal yang dikeluarkan oleh al-Hârits bin Abi Usâmah di dalam musnadnya) berkata, “Semuanya Mawdlu’”
3. Ibn al-Qayyim, “Hadits-hadits tentang akal semuanya adalah dusta.”
Komentar Syaikh al-Albany
Alasan kelemahan hadits ini adalah pada salah seorang periwayatnya yang bernama Bisyr karena dia seorang periwayat yang Majhûl (anonim) sebagaimana dikatakan oleh al-Azdy dan disetujui oleh Imam adz-Dzahaby di dalam kitabnya Mîzân al-I’tidâl Fî Naqd ar-Rijâl dan Ibn Hajar al-‘Asqalâny di dalam bukunya Lisân al-Mîzân.
Semua hadits-hadits yang berkenaan dengan keutamaan akal tidak ada satupun yang shahih, sehingga berkisar antara kualitas Dla’if dan Mawdlu’ (Palsu). Hadits-hadits seperti ini banyak terkoleksi di dalam buku “al-‘Aql wa Fadl-luhu” karya Abu Bakar bin Abu ad-Dun-ya atau yang lebih dikenal dengan Ibn Abi ad-Dun-ya bahkan beliau mengkritik diamnya pentashih buku tersebut, Syaikh Muhammad Zâhid al-Kautsary atas riwayat-riwayat yang kualitasnya demikian.
(SUMBER: Silsilah al-Ahâdîts adl-Dla’îfah karya Syaikh al-Albany, no.1, h.53-54)
Pendapat Para Ulama Hadits
1. Imam an-Nasa`iy, “Ini adalah hadits Bathil dan Munkar.”
2. Ibn Hajar (ketika mengomentari lebih kurang 30-an hadits tentang keutamaan akal yang dikeluarkan oleh al-Hârits bin Abi Usâmah di dalam musnadnya) berkata, “Semuanya Mawdlu’”
3. Ibn al-Qayyim, “Hadits-hadits tentang akal semuanya adalah dusta.”
Komentar Syaikh al-Albany
Alasan kelemahan hadits ini adalah pada salah seorang periwayatnya yang bernama Bisyr karena dia seorang periwayat yang Majhûl (anonim) sebagaimana dikatakan oleh al-Azdy dan disetujui oleh Imam adz-Dzahaby di dalam kitabnya Mîzân al-I’tidâl Fî Naqd ar-Rijâl dan Ibn Hajar al-‘Asqalâny di dalam bukunya Lisân al-Mîzân.
Semua hadits-hadits yang berkenaan dengan keutamaan akal tidak ada satupun yang shahih, sehingga berkisar antara kualitas Dla’if dan Mawdlu’ (Palsu). Hadits-hadits seperti ini banyak terkoleksi di dalam buku “al-‘Aql wa Fadl-luhu” karya Abu Bakar bin Abu ad-Dun-ya atau yang lebih dikenal dengan Ibn Abi ad-Dun-ya bahkan beliau mengkritik diamnya pentashih buku tersebut, Syaikh Muhammad Zâhid al-Kautsary atas riwayat-riwayat yang kualitasnya demikian.
(SUMBER: Silsilah al-Ahâdîts adl-Dla’îfah karya Syaikh al-Albany, no.1, h.53-54)
Sejarah Singkat Imam Bukhari
Kelahiran dan Masa Kecil Imam Bukhari
Imam Bukhari  (semoga Allah merahmatinya) lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah. Nama  lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah  bin Badrdizbah Al-Ju'fiy Al Bukhari, namun beliau lebih dikenal dengan nama  Bukhari. Beliau lahir pada hari Jumat, tepatnya pada tanggal 13 Syawal 194 H (21  Juli 810 M). Kakeknya bernama Bardizbeh, turunan Persi yang masih beragama  Zoroaster. Tapi orangtuanya, Mughoerah, telah memeluk Islam di bawah asuhan  Al-Yaman el-Ja’fiy. Sebenarnya masa kecil Imam Bukhari penuh dengan  keprihatinan. Di samping menjadi anak yatim, juga tidak dapat melihat karena  buta (tidak lama setelah lahir, beliau kehilangan penglihatannya tersebut).  Ibunya senantiasa berusaha dan berdo'a untuk kesembuhan beliau. Alhamdulillah,  dengan izin dan karunia Allah, menjelang usia 10 tahun matanya sembuh secara  total.
 
Imam Bukhari adalah  ahli hadits yang termasyhur diantara para ahli hadits sejak dulu hingga kini  bersama dengan Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu  Majah. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan hadits, hadits-hadits beliau memiliki  derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil  Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir  semua ulama di dunia merujuk kepadanya.
Tempat beliau lahir kini termasuk wilayah Rusia, yang waktu itu memang menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan Islam sesudah Madinah, Damaskus dan Bagdad. Daerah itu pula yang telah melahirkan filosof-filosof besar seperti al-Farabi dan Ibnu Sina. Bahkan ulama-ulama besar seperti Zamachsari, al-Durdjani, al-Bairuni dan lain-lain, juga dilahirkan di Asia Tengah. Sekalipun daerah tersebut telah jatuh di bawah kekuasaan Uni Sovyet (Rusia), namun menurut Alexandre Benningsen dan Chantal Lemercier Quelquejay dalam bukunya "Islam in the Sivyet Union" (New York, 1967), pemeluk Islamnya masih berjumlah 30 milliun. Jadi merupakan daerah yang pemeluk Islam-nya nomor lima besarnya di dunia setelah Indonesia, Pakistan, India dan Cina.
Tempat beliau lahir kini termasuk wilayah Rusia, yang waktu itu memang menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan Islam sesudah Madinah, Damaskus dan Bagdad. Daerah itu pula yang telah melahirkan filosof-filosof besar seperti al-Farabi dan Ibnu Sina. Bahkan ulama-ulama besar seperti Zamachsari, al-Durdjani, al-Bairuni dan lain-lain, juga dilahirkan di Asia Tengah. Sekalipun daerah tersebut telah jatuh di bawah kekuasaan Uni Sovyet (Rusia), namun menurut Alexandre Benningsen dan Chantal Lemercier Quelquejay dalam bukunya "Islam in the Sivyet Union" (New York, 1967), pemeluk Islamnya masih berjumlah 30 milliun. Jadi merupakan daerah yang pemeluk Islam-nya nomor lima besarnya di dunia setelah Indonesia, Pakistan, India dan Cina.
Keluarga dan Guru Imam Bukhari
Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab As-Siqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara' dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang hukumnya bersifat syubhat (ragu-ragu), terlebih lebih terhadap hal-hal yang sifatnya haram. Ayahnya adalah seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan mudir dari Imam Malik, seorang ulama besar dan ahli fikih. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil.
Perhatiannya kepada  ilmu hadits yang sulit dan rumit itu sudah tumbuh sejak usia 10 tahun, hingga  dalam usia 16 tahun beliau sudah hafal dan menguasai buku-buku seperti  "al-Mubarak" dan "al-Waki". Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli  hadits yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia  mengunjungi kota suci Mekkah dan Madinah, dimana di kedua kota suci itu beliau  mengikuti kuliah para guru-guru besar ahli hadits. Pada usia 18 tahun beliau  menerbitkan kitab pertamanya "Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien"  (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien).
Bersama gurunya  Syekh Ishaq, beliau menghimpun hadits-hadits shahih dalam satu kitab, dimana  dari satu juta hadits yang diriwayatkan oleh 80.000 perawi disaring lagi menjadi  7275 hadits. Diantara guru-guru beliau dalam memperoleh hadits dan ilmu hadits  antara lain adalah Ali bin Al Madini, Ahmad bin Hanbali, Yahya bin Ma'in,  Muhammad bin Yusuf Al Faryabi, Maki bin Ibrahim Al Bakhi, Muhammad bin Yusuf al  Baykandi dan Ibnu Rahwahih. Selain itu ada 289 ahli hadits yang haditsnya  dikutip dalam kitab Shahih-nya.
 
Kejeniusan Imam Bukhari
Bukhari diakui memiliki daya hapal tinggi, yang diakui oleh kakaknya Rasyid bin Ismail. Kakak sang Imam ini menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberapa murid lainnya mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia sering dicela membuang waktu karena tidak mencatat, namun Bukhari diam tak menjawab. Suatu hari, karena merasa kesal terhadap celaan itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka, kemudian beliau membacakan secara tepat apa yang pernah disampaikan selama dalam kuliah dan ceramah tersebut. Tercenganglah mereka semua, lantaran Bukhari ternyata hafal di luar kepala 15.000 hadits, lengkap dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.
Ketika sedang  berada di Bagdad, Imam Bukhari pernah didatangi oleh 10 orang ahli hadits yang  ingin menguji ketinggian ilmu beliau. Dalam pertemuan itu, 10 ulama tersebut  mengajukan 100 buah hadits yang sengaja "diputar-balikkan" untuk menguji hafalan  Imam Bukhari. Ternyata hasilnya mengagumkan. Imam Bukhari mengulang kembali  secara tepat masing-masing hadits yang salah tersebut, lalu mengoreksi  kesalahannya, kemudian membacakan hadits yang benarnya. Ia menyebutkan seluruh  hadits yang salah tersebut di luar kepala, secara urut, sesuai dengan urutan  penanya dan urutan hadits yang ditanyakan, kemudian membetulkannya. Inilah yang  sangat luar biasa dari sang Imam, karena beliau mampu menghafal hanya dalam  waktu satu kali dengar.
Selain terkenal  sebagai seorang ahli hadits, Imam Bukhari ternyata tidak melupakan kegiatan  lain, yakni olahraga. Ia misalnya sering belajar memanah sampai mahir, sehingga  dikatakan sepanjang hidupnya, sang Imam tidak pernah luput dalam memanah kecuali  hanya dua kali. Keadaan itu timbul sebagai pengamalan sunnah Rasul yang  mendorong dan menganjurkan kaum Muslimin belajar menggunakan anak panah dan  alat-alat perang lainnya.
Karya-karya Imam Bukhari
Karyanya yang  pertama berjudul "Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien" (Peristiwa-peristiwa Hukum  di zaman Sahabat dan Tabi’ien). Kitab ini ditulisnya ketika masih berusia 18  tahun. Ketika menginjak usia 22 tahun, Imam Bukhari menunaikan ibadah haji ke  Tanah Suci bersama-sama dengan ibu dan kakaknya yang bernama Ahmad. Di sanalah  beliau menulis kitab "At-Tarikh" (sejarah) yang terkenal itu. Beliau pernah  berkata, "Saya menulis buku "At-Tarikh" di atas makam Nabi Muhammad SAW di waktu  malam bulan purnama".
Karya Imam Bukhari  lainnya antara lain adalah kitab Al-Jami' ash Shahih, Al-Adab al Mufrad, At  Tharikh as Shaghir, At Tarikh Al Awsat, At Tarikh al Kabir, At Tafsir Al Kabir,  Al Musnad al Kabir, Kitab al 'Ilal, Raf'ul Yadain fis Salah, Birrul Walidain,  Kitab Ad Du'afa, Asami As Sahabah dan Al Hibah. Diantara semua karyanya  tersebut, yang paling monumental adalah kitab Al-Jami' as-Shahih yang lebih  dikenal dengan nama Shahih Bukhari.
Dalam sebuah  riwayat diceritakan, Imam Bukhari berkata: "Aku bermimpi melihat Rasulullah  saw., seolah-olah aku berdiri di hadapannya, sambil memegang kipas yang  kupergunakan untuk menjaganya. Kemudian aku tanyakan mimpi itu kepada sebagian  ahli ta'bir, ia menjelaskan bahwa aku akan menghancurkan dan mengikis habis  kebohongan dari hadits-hadits Rasulullah saw. Mimpi inilah, antara lain, yang  mendorongku untuk melahirkan kitab Al-Jami' As-Sahih."
Dalam menghimpun hadits-hadits shahih dalam kitabnya tersebut, Imam Bukhari menggunakan kaidah-kaidah penelitian secara ilmiah dan sah yang menyebabkan keshahihan hadits-haditsnya dapat dipertanggungjawabkan. Ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meneliti dan menyelidiki keadaan para perawi, serta memperoleh secara pasti kesahihan hadits-hadits yang diriwayatkannya.
Imam Bukhari senantiasa membandingkan hadits-hadits yang diriwayatkan, satu dengan lainnya, menyaringnya dan memilih mana yang menurutnya paling shahih. Sehingga kitabnya merupakan batu uji dan penyaring bagi hadits-hadits tersebut. Hal ini tercermin dari perkataannya: "Aku susun kitab Al Jami' ini yang dipilih dari 600.000 hadits selama 16 tahun."
Dalam menghimpun hadits-hadits shahih dalam kitabnya tersebut, Imam Bukhari menggunakan kaidah-kaidah penelitian secara ilmiah dan sah yang menyebabkan keshahihan hadits-haditsnya dapat dipertanggungjawabkan. Ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meneliti dan menyelidiki keadaan para perawi, serta memperoleh secara pasti kesahihan hadits-hadits yang diriwayatkannya.
Imam Bukhari senantiasa membandingkan hadits-hadits yang diriwayatkan, satu dengan lainnya, menyaringnya dan memilih mana yang menurutnya paling shahih. Sehingga kitabnya merupakan batu uji dan penyaring bagi hadits-hadits tersebut. Hal ini tercermin dari perkataannya: "Aku susun kitab Al Jami' ini yang dipilih dari 600.000 hadits selama 16 tahun."
Banyak para ahli  hadits yang berguru kepadanya, diantaranya adalah Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim  Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim bin Al Hajjaj (pengarang kitab  Shahih Muslim). Imam Muslim  menceritakan : "Ketika Muhammad bin Ismail (Imam  Bukhari) datang ke Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang kepala daerah,  para ulama dan penduduk Naisabur yang memberikan sambutan seperti apa yang  mereka berikan kepadanya." Mereka menyambut kedatangannya dari luar kota sejauh  dua atau tiga marhalah (100 km), sampai-sampai Muhammad bin Yahya Az Zihli (guru  Imam Bukhari) berkata : "Barang siapa hendak menyambut kedatangan Muhammad bin  Ismail besok pagi, lakukanlah, sebab aku sendiri akan ikut menyambutnya."
Penelitian Hadits
Untuk mengumpulkan  dan menyeleksi hadits shahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk  mengunjungi berbagai kota guna menemui para perawi hadits, mengumpulkan dan  menyeleksi haditsnya. Diantara kota-kota yang disinggahinya antara lain Bashrah,  Mesir, Hijaz (Mekkah, Madinah), Kufah, Baghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad,  Bukhari sering bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hanbali.  Dari sejumlah kota-kota itu, ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari merekalah  beliau mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits.
Namun tidak semua hadits yang ia hapal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat, diantaranya apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan apakah perawi (periwayat / pembawa) hadits itu terpercaya dan tsiqqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami' as-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.
Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan diskusi dengan para perawi tersebut, Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang ia lontarkan kepada para perawi juga cukup halus namun tajam. Kepada para perawi yang sudah jelas kebohongannya ia berkata, "perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam dari hal itu" sementara kepada para perawi yang haditsnya tidak jelas ia menyatakan "Haditsnya diingkari". Bahkan banyak meninggalkan perawi yang diragukan kejujurannya. Beliau berkata "Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadits-hadits dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatan oleh perawi yang dalam pandanganku perlu dipertimbangkan".
Banyak para ulama atau perawi yang ditemui sehingga Bukhari banyak mencatat jati diri dan sikap mereka secara teliti dan akurat. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai sebuah hadits, mencek keakuratan sebuah hadits ia berkali-kali mendatangi ulama atau perawi meskipun berada di kota-kota atau negeri yang jauh seperti Baghdad, Kufah, Mesir, Syam, Hijaz seperti yang dikatakan beliau "Saya telah mengunjungi Syam, Mesir dan Jazirah masing-masing dua kali, ke Basrah empat kali menetap di Hijaz selama enam tahun dan tidak dapat dihitung berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadits."
Disela-sela kesibukannya sebagai sebagai ulama, pakar hadits, ia juga dikenal sebagai ulama dan ahli fiqih, bahkan tidak lupa dengan kegiatan kegiatan olahraga dan rekreatif seperti belajar memanah sampai mahir, bahkan menurut suatu riwayat, Imam Bukhari tidak pernah luput memanah kecuali dua kali.
Namun tidak semua hadits yang ia hapal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat, diantaranya apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan apakah perawi (periwayat / pembawa) hadits itu terpercaya dan tsiqqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami' as-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.
Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan diskusi dengan para perawi tersebut, Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang ia lontarkan kepada para perawi juga cukup halus namun tajam. Kepada para perawi yang sudah jelas kebohongannya ia berkata, "perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam dari hal itu" sementara kepada para perawi yang haditsnya tidak jelas ia menyatakan "Haditsnya diingkari". Bahkan banyak meninggalkan perawi yang diragukan kejujurannya. Beliau berkata "Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadits-hadits dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatan oleh perawi yang dalam pandanganku perlu dipertimbangkan".
Banyak para ulama atau perawi yang ditemui sehingga Bukhari banyak mencatat jati diri dan sikap mereka secara teliti dan akurat. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai sebuah hadits, mencek keakuratan sebuah hadits ia berkali-kali mendatangi ulama atau perawi meskipun berada di kota-kota atau negeri yang jauh seperti Baghdad, Kufah, Mesir, Syam, Hijaz seperti yang dikatakan beliau "Saya telah mengunjungi Syam, Mesir dan Jazirah masing-masing dua kali, ke Basrah empat kali menetap di Hijaz selama enam tahun dan tidak dapat dihitung berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadits."
Disela-sela kesibukannya sebagai sebagai ulama, pakar hadits, ia juga dikenal sebagai ulama dan ahli fiqih, bahkan tidak lupa dengan kegiatan kegiatan olahraga dan rekreatif seperti belajar memanah sampai mahir, bahkan menurut suatu riwayat, Imam Bukhari tidak pernah luput memanah kecuali dua kali.
Metode Imam Bukhari dalam Menulis Kitab Hadits
Sebagai intelektual  muslim yang berdisiplin tinggi, Imam Bukhari dikenal sebagai pengarang kitab  yang produktif. Karya-karyanya tidak hanya dalam disiplin ilmu hadits, tapi juga  ilmu-ilmu lain, seperti tafsir, fikih, dan tarikh. Fatwa-fatwanya selalu menjadi  pegangan umat sehingga ia menduduki derajat sebagai mujtahid mustaqil (ulama  yang ijtihadnya independen), tidak terikat pada mazhab tertentu, sehingga  mempunyai otoritas tersendiri dalam berpendapat dalam hal  hukum.
Pendapat-pendapatnya terkadang sejalan dengan Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi, pendiri mazhab Hanafi), tetapi terkadang bisa berbeda dengan beliau. Sebagai pemikir bebas yang menguasai ribuan hadits shahih, suatu saat beliau bisa sejalan dengan Ibnu Abbas, Atha ataupun Mujahid dan bisa juga berbeda pendapat dengan mereka.
Diantara puluhan kitabnya, yang paling masyhur ialah kumpulan hadits shahih yang berjudul Al-Jami' as-Shahih, yang belakangan lebih populer dengan sebutan Shahih Bukhari. Ada kisah unik tentang penyusunan kitab ini. Suatu malam Imam Bukhari bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw., seolah-olah Nabi Muhammad saw. berdiri dihadapannya. Imam Bukhari lalu menanyakan makna mimpi itu kepada ahli mimpi. Jawabannya adalah beliau (Imam Bukhari) akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan yang disertakan orang dalam sejumlah hadits Rasulullah saw. Mimpi inilah, antara lain yang mendorong beliau untuk menulis kitab "Al-Jami 'as-Shahih".
Dalam menyusun kitab tersebut, Imam Bukhari sangat berhati-hati. Menurut Al-Firbari, salah seorang muridnya, ia mendengar Imam Bukhari berkata. "Saya susun kitab Al-Jami' as-Shahih ini di Masjidil Haram, Mekkah dan saya tidak mencantumkan sebuah hadits pun kecuali sesudah shalat istikharah dua rakaat memohon pertolongan kepada Allah, dan sesudah meyakini betul bahwa hadits itu benar-benar shahih". Di Masjidil Haram-lah ia menyusun dasar pemikiran dan bab-babnya secara sistematis.
Setelah itu ia menulis mukaddimah dan pokok pokok bahasannya di Rawdah Al-Jannah, sebuah tempat antara makam Rasulullah dan mimbar di Masjid Nabawi di Madinah. Barulah setelah itu ia mengumpulkan sejumlah hadits dan menempatkannya dalam bab-bab yang sesuai. Proses penyusunan kitab ini dilakukan di dua kota suci tersebut dengan cermat dan tekun selama 16 tahun. Ia menggunakan kaidah penelitian secara ilmiah dan cukup modern sehingga hadits haditsnya dapat dipertanggung-jawabkan.
Dengan bersungguh-sungguh ia meneliti dan menyelidiki kredibilitas para perawi sehingga benar-benar memperoleh kepastian akan keshahihan hadits yang diriwayatkan. Ia juga selalu membandingkan hadits satu dengan yang lainnya, memilih dan menyaring, mana yang menurut pertimbangannya secara nalar paling shahih. Dengan demikian, kitab hadits susunan Imam Bukhari benar-benar menjadi batu uji dan penyaring bagi sejumlah hadits lainnya. "Saya tidak memuat sebuah hadits pun dalam kitab ini kecuali hadits-hadits shahih", katanya suatu saat.
Di belakang hari, para ulama hadits menyatakan, dalam menyusun kitab Al-Jami' as-Shahih, Imam Bukhari selalu berpegang teguh pada tingkat keshahihan paling tinggi dan tidak akan turun dari tingkat tersebut, kecuali terhadap beberapa hadits yang bukan merupakan materi pokok dari sebuah bab.
Menurut Ibnu Shalah, dalam kitab Muqaddimah, kitab Shahih Bukhari itu memuat 7275 hadits. Selain itu ada hadits-hadits yang dimuat secara berulang, dan ada 4000 hadits yang dimuat secara utuh tanpa pengulangan. Penghitungan itu juga dilakukan oleh Syekh Muhyiddin An Nawawi dalam kitab At-Taqrib. Dalam hal itu, Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kata pendahuluannya untuk kitab Fathul Bari (yakni syarah atau penjelasan atas kitab Shahih Bukhari) menulis, semua hadits shahih yang dimuat dalam Shahih Bukhari (setelah dikurangi dengan hadits yang dimuat secara berulang) sebanyak 2.602 buah. Sedangkan hadits yang mu'allaq (ada kaitan satu dengan yang lain, bersambung) namun marfu (diragukan) ada 159 buah. Adapun jumlah semua hadits shahih termasuk yang dimuat berulang sebanyak 7397 buah. Perhitungan berbeda diantara para ahli hadits tersebut dalam mengomentari kitab Shahih Bukhari semata-mata karena perbedaan pandangan mereka dalam ilmu hadits.
Pendapat-pendapatnya terkadang sejalan dengan Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi, pendiri mazhab Hanafi), tetapi terkadang bisa berbeda dengan beliau. Sebagai pemikir bebas yang menguasai ribuan hadits shahih, suatu saat beliau bisa sejalan dengan Ibnu Abbas, Atha ataupun Mujahid dan bisa juga berbeda pendapat dengan mereka.
Diantara puluhan kitabnya, yang paling masyhur ialah kumpulan hadits shahih yang berjudul Al-Jami' as-Shahih, yang belakangan lebih populer dengan sebutan Shahih Bukhari. Ada kisah unik tentang penyusunan kitab ini. Suatu malam Imam Bukhari bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw., seolah-olah Nabi Muhammad saw. berdiri dihadapannya. Imam Bukhari lalu menanyakan makna mimpi itu kepada ahli mimpi. Jawabannya adalah beliau (Imam Bukhari) akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan yang disertakan orang dalam sejumlah hadits Rasulullah saw. Mimpi inilah, antara lain yang mendorong beliau untuk menulis kitab "Al-Jami 'as-Shahih".
Dalam menyusun kitab tersebut, Imam Bukhari sangat berhati-hati. Menurut Al-Firbari, salah seorang muridnya, ia mendengar Imam Bukhari berkata. "Saya susun kitab Al-Jami' as-Shahih ini di Masjidil Haram, Mekkah dan saya tidak mencantumkan sebuah hadits pun kecuali sesudah shalat istikharah dua rakaat memohon pertolongan kepada Allah, dan sesudah meyakini betul bahwa hadits itu benar-benar shahih". Di Masjidil Haram-lah ia menyusun dasar pemikiran dan bab-babnya secara sistematis.
Setelah itu ia menulis mukaddimah dan pokok pokok bahasannya di Rawdah Al-Jannah, sebuah tempat antara makam Rasulullah dan mimbar di Masjid Nabawi di Madinah. Barulah setelah itu ia mengumpulkan sejumlah hadits dan menempatkannya dalam bab-bab yang sesuai. Proses penyusunan kitab ini dilakukan di dua kota suci tersebut dengan cermat dan tekun selama 16 tahun. Ia menggunakan kaidah penelitian secara ilmiah dan cukup modern sehingga hadits haditsnya dapat dipertanggung-jawabkan.
Dengan bersungguh-sungguh ia meneliti dan menyelidiki kredibilitas para perawi sehingga benar-benar memperoleh kepastian akan keshahihan hadits yang diriwayatkan. Ia juga selalu membandingkan hadits satu dengan yang lainnya, memilih dan menyaring, mana yang menurut pertimbangannya secara nalar paling shahih. Dengan demikian, kitab hadits susunan Imam Bukhari benar-benar menjadi batu uji dan penyaring bagi sejumlah hadits lainnya. "Saya tidak memuat sebuah hadits pun dalam kitab ini kecuali hadits-hadits shahih", katanya suatu saat.
Di belakang hari, para ulama hadits menyatakan, dalam menyusun kitab Al-Jami' as-Shahih, Imam Bukhari selalu berpegang teguh pada tingkat keshahihan paling tinggi dan tidak akan turun dari tingkat tersebut, kecuali terhadap beberapa hadits yang bukan merupakan materi pokok dari sebuah bab.
Menurut Ibnu Shalah, dalam kitab Muqaddimah, kitab Shahih Bukhari itu memuat 7275 hadits. Selain itu ada hadits-hadits yang dimuat secara berulang, dan ada 4000 hadits yang dimuat secara utuh tanpa pengulangan. Penghitungan itu juga dilakukan oleh Syekh Muhyiddin An Nawawi dalam kitab At-Taqrib. Dalam hal itu, Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kata pendahuluannya untuk kitab Fathul Bari (yakni syarah atau penjelasan atas kitab Shahih Bukhari) menulis, semua hadits shahih yang dimuat dalam Shahih Bukhari (setelah dikurangi dengan hadits yang dimuat secara berulang) sebanyak 2.602 buah. Sedangkan hadits yang mu'allaq (ada kaitan satu dengan yang lain, bersambung) namun marfu (diragukan) ada 159 buah. Adapun jumlah semua hadits shahih termasuk yang dimuat berulang sebanyak 7397 buah. Perhitungan berbeda diantara para ahli hadits tersebut dalam mengomentari kitab Shahih Bukhari semata-mata karena perbedaan pandangan mereka dalam ilmu hadits.
Terjadinya Fitnah
Muhammad bin Yahya  Az-Zihli berpesan kepada para penduduk agar menghadiri dan mengikuti pengajian  yang diberikannya. Ia berkata: "Pergilah kalian kepada orang alim dan saleh itu,  ikuti dan dengarkan pengajiannya." Namun tak lama kemudian ia mendapat fitnah  dari orang-orang yang dengki. Mereka menuduh sang Imam sebagai orang yang  berpendapat bahwa "Al-Qur'an adalah makhluk". 
Hal inilah yang menimbulkan kebencian dan kemarahan gurunya, Az-Zihli kepadanya. Kata Az-Zihli : "Barang siapa berpendapat bahwa lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah makhluk, maka ia adalah ahli bid'ah. Ia tidak boleh diajak bicara dan majelisnya tidak boleh didatangi. Dan barang siapa masih mengunjungi majelisnya, curigailah dia." Setelah adanya ultimatum tersebut, orang-orang mulai menjauhinya.
Sebenarnya, Imam Bukhari terlepas dari fitnah yang dituduhkan kepadanya itu. Diceritakan, seseorang berdiri dan mengajukan pertanyaan kepadanya: "Bagaimana pendapat Anda tentang lafadz-lafadz Al-Qur'an, makhluk ataukah bukan?" Bukhari berpaling dari orang itu dan tidak mau menjawab kendati pertanyaan itu diajukan sampai tiga kali.
Tetapi orang itu terus mendesak. Ia pun menjawab: "Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan makhluk, sedangkan perbuatan manusia adalah makhluk dan fitnah merupakan bid'ah." Pendapat yang dikemukakan Imam Bukhari ini, yakni dengan membedakan antara yang dibaca dengan bacaan, adalah pendapat yang menjadi pegangan para ulama ahli tahqiq (pengambil kebijakan) dan ulama salaf. Tetapi dengki dan iri adalah buta dan tuli. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Bukhari pernah berkata : "Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang. Al-Quran adalah kalam Allah, bukan makhluk. Sahabat Rasulullah SAW, yang paling utama adalah Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali. Dengan berpegang pada keimanan inilah aku hidup, aku mati dan dibangkitkan di akhirat kelak, insya Allah." Di lain kesempatan, ia berkata: "Barang siapa menuduhku berpendapat bahwa lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah makhluk, ia adalah pendusta."
Hal inilah yang menimbulkan kebencian dan kemarahan gurunya, Az-Zihli kepadanya. Kata Az-Zihli : "Barang siapa berpendapat bahwa lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah makhluk, maka ia adalah ahli bid'ah. Ia tidak boleh diajak bicara dan majelisnya tidak boleh didatangi. Dan barang siapa masih mengunjungi majelisnya, curigailah dia." Setelah adanya ultimatum tersebut, orang-orang mulai menjauhinya.
Sebenarnya, Imam Bukhari terlepas dari fitnah yang dituduhkan kepadanya itu. Diceritakan, seseorang berdiri dan mengajukan pertanyaan kepadanya: "Bagaimana pendapat Anda tentang lafadz-lafadz Al-Qur'an, makhluk ataukah bukan?" Bukhari berpaling dari orang itu dan tidak mau menjawab kendati pertanyaan itu diajukan sampai tiga kali.
Tetapi orang itu terus mendesak. Ia pun menjawab: "Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan makhluk, sedangkan perbuatan manusia adalah makhluk dan fitnah merupakan bid'ah." Pendapat yang dikemukakan Imam Bukhari ini, yakni dengan membedakan antara yang dibaca dengan bacaan, adalah pendapat yang menjadi pegangan para ulama ahli tahqiq (pengambil kebijakan) dan ulama salaf. Tetapi dengki dan iri adalah buta dan tuli. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Bukhari pernah berkata : "Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang. Al-Quran adalah kalam Allah, bukan makhluk. Sahabat Rasulullah SAW, yang paling utama adalah Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali. Dengan berpegang pada keimanan inilah aku hidup, aku mati dan dibangkitkan di akhirat kelak, insya Allah." Di lain kesempatan, ia berkata: "Barang siapa menuduhku berpendapat bahwa lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah makhluk, ia adalah pendusta."
Wafatnya Imam Bukhari
Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari. Isinya, meminta dirinya agar menetap di negeri itu (Samarkand). Ia pun pergi memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya sampai di Khartand, sebuah desa kecil terletak dua farsakh (sekitar 10 Km) sebelum Samarkand, ia singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun disana beliau jatuh sakit selama beberapa hari. Dan Akhirnya meninggal pada tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau dimakamkan selepas Shalat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Sebelum meninggal dunia, ia berpesan bahwa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam dan tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat. Beliau meninggal tanpa meninggalkan seorang anakpun.
Sejarah Singkat Imam Malik
   Dalam sebuah  kunjungan ke kota Madinah, Khalifah Bani Abbasiyyah, Harun Al Rasyid (penguasa  saat itu), tertarik mengikuti ceramah al muwatta' (himpunan hadits) yang  diadakan Imam Malik. Untuk hal ini, khalifah mengutus orang memanggil Imam.  Namun Imam Malik memberikan nasihat kepada Khalifah Harun, ''Rasyid, leluhur  Anda selalu melindungi pelajaran hadits. Mereka amat menghormatinya. Bila  sebagai khalifah Anda tidak menghormatinya, tak seorang pun akan menaruh hormat  lagi. Manusia yang mencari ilmu, sementara ilmu tidak akan mencari  manusia.''
Sedianya, khalifah ingin agar para jamaah meninggalkan ruangan tempat ceramah itu diadakan. Namun, permintaan itu tak dikabulkan Imam Malik. ''Saya tidak dapat mengorbankan kepentingan umum hanya untuk kepentingan seorang pribadi.'' Sang khalifah pun akhirnya mengikuti ceramah bersama dua putranya dan duduk berdampingan dengan rakyat kecil.
Imam Malik yang bernama lengkap Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al Asbahi, lahir di Madinah pada tahun 712 M dan wafat tahun 796 M. Berasal dari keluarga Arab terhormat, berstatus sosial tinggi, baik sebelum maupun sesudah datangnya Islam. Tanah asal leluhurnya adalah Yaman, namun setelah nenek moyangnya menganut Islam, mereka pindah ke Madinah. Kakeknya, Abu Amir, adalah anggota keluarga pertama yang memeluk agama Islam pada tahun 2 H. Saat itu, Madinah adalah kota ilmu yang sangat terkenal.
Kakek dan ayahnya termasuk kelompok ulama hadits terpandang di Madinah. Karenanya, sejak kecil Imam Malik tak berniat meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu. Ia merasa Madinah adalah kota dengan sumber ilmu yang berlimpah lewat kehadiran ulama-ulama besarnya.
Kendati demikian, dalam mencari ilmu Imam Malik rela mengorbankan apa saja. Menurut satu riwayat, sang imam sampai harus menjual tiang rumahnya hanya untuk membayar biaya pendidikannya. Menurutnya, tak layak seorang yang mencapai derajat intelektual tertinggi sebelum berhasil mengatasi kemiskinan. Kemiskinan, katanya, adalah ujian hakiki seorang manusia.
Karena keluarganya ulama ahli hadits, maka Imam Malik pun menekuni pelajaran hadits kepada ayah dan paman-pamannya. Kendati demikian, ia pernah berguru pada ulama-ulama terkenal seperti Nafi' bin Abi Nuaim, Ibnu Syihab az Zuhri, Abul Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin Said al Anshari, dan Muhammad bin Munkadir. Gurunya yang lain adalah Abdurrahman bin Hurmuz, tabi'in ahli hadits, fikih, fatwa dan ilmu berdebat; juga Imam Jafar Shadiq dan Rabi Rayi.
Dalam usia muda, Imam Malik telah menguasai banyak ilmu. Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan. Tidak kurang empat khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Hadi Harun, dan Al Ma'mun, pernah jadi murid Imam Malik. Ulama besar, Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i pun pernah menimba ilmu dari Imam Malik. Belum lagi ilmuwan dan para ahli lainnya. Menurut sebuah riwayat disebutkan murid terkenal Imam Malik mencapai 1.300 orang.
Ciri pengajaran Imam Malik adalah disiplin, ketentraman, dan rasa hormat murid kepada gurunya. Prinsip ini dijunjung tinggi olehnya sehingga tak segan-segan ia menegur keras murid-muridnya yang melanggar prinsip tersebut. Pernah suatu kali Khalifah Mansur membahas sebuah hadits dengan nada agak keras. Sang imam marah dan berkata, ''Jangan melengking bila sedang membahas hadits Nabi.''
Ketegasan sikap Imam Malik bukan sekali saja. Berulangkali, manakala dihadapkan pada keinginan penguasa yang tak sejalan dengan aqidah Islamiyah, Imam Malik menentang tanpa takut risiko yang dihadapinya. Salah satunya dengan Ja'far, gubernur Madinah. Suatu ketika, gubernur yang masih keponakan Khalifah Abbasiyah, Al Mansur, meminta seluruh penduduk Madinah melakukan bai'at (janji setia) kepada khalifah. Namun, Imam Malik yang saat itu baru berusia 25 tahun merasa tak mungkin penduduk Madinah melakukan bai'at kepada khalifah yang mereka tak sukai.
Ia pun mengingatkan gubernur tentang tak berlakunya bai'at tanpa keikhlasan seperti tidak sahnya perceraian paksa. Ja'far meminta Imam Malik tak menyebarluaskan pandangannya tersebut, tapi ditolaknya. Gubernur Ja'far merasa terhina sekali. Ia pun memerintahkan pengawalnya menghukum dera Imam Malik sebanyak 70 kali. Dalam kondisi berlumuran darah, sang imam diarak keliling Madinah dengan untanya. Dengan hal itu, Ja'far seakan mengingatkan orang banyak, ulama yang mereka hormati tak dapat menghalangi kehendak sang penguasa.
Namun, ternyata Khalifah Mansur tidak berkenan dengan kelakuan keponakannya itu. Mendengar kabar penyiksaan itu, khalifah segera mengirim utusan untuk menghukum keponakannya dan memerintahkan untuk meminta maaf kepada sang imam. Untuk menebus kesalahan itu, khalifah meminta Imam Malik bermukim di ibukota Baghdad dan menjadi salah seorang penasihatnya. Khalifah mengirimkan uang 3.000 dinar untuk keperluan perjalanan sang imam. Namun, undangan itu pun ditolaknya. Imam Malik lebih suka tidak meninggalkan kota Madinah. Hingga akhir hayatnya, ia tak pernah pergi keluar Madinah kecuali untuk berhaji.
Pengendalian diri dan kesabaran Imam Malik membuat ia ternama di seantero dunia Islam. Pernah semua orang panik lari ketika segerombolan Kharijis bersenjatakan pedang memasuki masjid Kuffah. Tetapi, Imam Malik yang sedang shalat tanpa cemas tidak beranjak dari tempatnya. Mencium tangan khalifah apabila menghadap di baliurang sudah menjadi adat kebiasaan, namun Imam Malik tidak pernah tunduk pada penghinaan seperti itu. Sebaliknya, ia sangat hormat pada para cendekiawan, sehingga pernah ia menawarkan tempat duduknya sendiri kepada Imam Abu Hanifah yang mengunjunginya.
Al Muwatta' adalah kitab fikih berdasarkan himpunan hadits-hadits pilihan. Santri mana yang tak kenal kitab yang satu ini. Ia menjadi rujukan penting, khususnya di kalangan pesantren dan ulama kontemporer. Karya terbesar Imam Malik ini dinilai memiliki banyak keistimewaan. Ia disusun berdasarkan klasifikasi fikih dengan memperinci kaidah fikih yang diambil dari hadits dan fatwa sahabat.
Menurut beberapa riwayat, sesungguhnya Al Muwatta' tak akan lahir bila Imam Malik tidak 'dipaksa' Khalifah Mansur. Setelah penolakan untuk ke Baghdad, Khalifah Al Mansur meminta Imam Malik mengumpulkan hadits dan membukukannya. Awalnya, Imam Malik enggan melakukan itu. Namun, karena dipandang tak ada salahnya melakukan hal tersebut, akhirnya lahirlah Al Muwatta'. Ditulis di masa Al Mansur (754-775 M) dan baru selesai di masa Al Mahdi (775-785 M).
Dunia Islam mengakui Al Muwatta' sebagai karya pilihan yang tak ada duanya. Menurut Syah Walilullah, kitab ini merupakan himpunan hadits paling shahih dan terpilih. Imam Malik memang menekankan betul terujinya para perawi. Semula, kitab ini memuat 10 ribu hadits. Namun, lewat penelitian ulang, Imam Malik hanya memasukkan 1.720 hadits. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dengan 16 edisi yang berlainan. Selain Al Muwatta', Imam Malik juga menyusun kitab Al Mudawwanah al Kubra, yang berisi fatwa-fatwa dan jawaban Imam Malik atas berbagai persoalan.
Imam Malik tak hanya meninggalkan warisan buku. Ia juga mewariskan mazhab fikih di kalangan Islam Sunni, yang disebut sebagai Mazhab Maliki. Selain fatwa-fatwa Imam Malik dan Al Muwatta', kitab-kitab seperti Al Mudawwanah al Kubra, Bidayatul Mujtahid wa Nihaayatul Muqtashid (karya Ibnu Rusyd), Matan ar Risalah fi al Fiqh al Maliki (karya Abu Muhammad Abdullah bin Zaid), Asl al Madarik Syarh Irsyad al Masalik fi Fiqh al Imam Malik (karya Shihabuddin al Baghdadi), dan Bulgah as Salik li Aqrab al Masalik (karya Syeikh Ahmad as Sawi), menjadi rujukan utama mazhab Maliki.
Di samping sangat konsisten memegang teguh hadits, mazhab ini juga dikenal amat mengedepankan aspek kemaslahatan dalam menetapkan hukum. Secara berurutan, sumber hukum yang dikembangkan dalam Mazhab Maliki adalah Al-Qur'an, Sunnah Rasulullah SAW, amalan sahabat, tradisi masyarakat Madinah (amal ahli al Madinah), qiyas (analogi), dan al maslahah al mursalah (kemaslahatan yang tidak didukung atau dilarang oleh dalil tertentu).
Mazhab Maliki pernah menjadi mazhab resmi di Mekah, Madinah, Irak, Mesir, Aljazair, Tunisia, Andalusia (kini Spanyol), Marokko, dan Sudan. Kecuali di tiga negara yang disebut terakhir, jumlah pengikut mazhab Maliki kini menyusut. Mayoritas penduduk Mekah dan Madinah saat ini mengikuti Mazhab Hanbali. Di Iran dan Mesir, jumlah pengikut Mazhab Maliki juga tidak banyak. Hanya Marokko saat ini satu-satunya negara yang secara resmi menganut Mazhab Maliki.
Sedianya, khalifah ingin agar para jamaah meninggalkan ruangan tempat ceramah itu diadakan. Namun, permintaan itu tak dikabulkan Imam Malik. ''Saya tidak dapat mengorbankan kepentingan umum hanya untuk kepentingan seorang pribadi.'' Sang khalifah pun akhirnya mengikuti ceramah bersama dua putranya dan duduk berdampingan dengan rakyat kecil.
Imam Malik yang bernama lengkap Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al Asbahi, lahir di Madinah pada tahun 712 M dan wafat tahun 796 M. Berasal dari keluarga Arab terhormat, berstatus sosial tinggi, baik sebelum maupun sesudah datangnya Islam. Tanah asal leluhurnya adalah Yaman, namun setelah nenek moyangnya menganut Islam, mereka pindah ke Madinah. Kakeknya, Abu Amir, adalah anggota keluarga pertama yang memeluk agama Islam pada tahun 2 H. Saat itu, Madinah adalah kota ilmu yang sangat terkenal.
Kakek dan ayahnya termasuk kelompok ulama hadits terpandang di Madinah. Karenanya, sejak kecil Imam Malik tak berniat meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu. Ia merasa Madinah adalah kota dengan sumber ilmu yang berlimpah lewat kehadiran ulama-ulama besarnya.
Kendati demikian, dalam mencari ilmu Imam Malik rela mengorbankan apa saja. Menurut satu riwayat, sang imam sampai harus menjual tiang rumahnya hanya untuk membayar biaya pendidikannya. Menurutnya, tak layak seorang yang mencapai derajat intelektual tertinggi sebelum berhasil mengatasi kemiskinan. Kemiskinan, katanya, adalah ujian hakiki seorang manusia.
Karena keluarganya ulama ahli hadits, maka Imam Malik pun menekuni pelajaran hadits kepada ayah dan paman-pamannya. Kendati demikian, ia pernah berguru pada ulama-ulama terkenal seperti Nafi' bin Abi Nuaim, Ibnu Syihab az Zuhri, Abul Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin Said al Anshari, dan Muhammad bin Munkadir. Gurunya yang lain adalah Abdurrahman bin Hurmuz, tabi'in ahli hadits, fikih, fatwa dan ilmu berdebat; juga Imam Jafar Shadiq dan Rabi Rayi.
Dalam usia muda, Imam Malik telah menguasai banyak ilmu. Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan. Tidak kurang empat khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Hadi Harun, dan Al Ma'mun, pernah jadi murid Imam Malik. Ulama besar, Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i pun pernah menimba ilmu dari Imam Malik. Belum lagi ilmuwan dan para ahli lainnya. Menurut sebuah riwayat disebutkan murid terkenal Imam Malik mencapai 1.300 orang.
Ciri pengajaran Imam Malik adalah disiplin, ketentraman, dan rasa hormat murid kepada gurunya. Prinsip ini dijunjung tinggi olehnya sehingga tak segan-segan ia menegur keras murid-muridnya yang melanggar prinsip tersebut. Pernah suatu kali Khalifah Mansur membahas sebuah hadits dengan nada agak keras. Sang imam marah dan berkata, ''Jangan melengking bila sedang membahas hadits Nabi.''
Ketegasan sikap Imam Malik bukan sekali saja. Berulangkali, manakala dihadapkan pada keinginan penguasa yang tak sejalan dengan aqidah Islamiyah, Imam Malik menentang tanpa takut risiko yang dihadapinya. Salah satunya dengan Ja'far, gubernur Madinah. Suatu ketika, gubernur yang masih keponakan Khalifah Abbasiyah, Al Mansur, meminta seluruh penduduk Madinah melakukan bai'at (janji setia) kepada khalifah. Namun, Imam Malik yang saat itu baru berusia 25 tahun merasa tak mungkin penduduk Madinah melakukan bai'at kepada khalifah yang mereka tak sukai.
Ia pun mengingatkan gubernur tentang tak berlakunya bai'at tanpa keikhlasan seperti tidak sahnya perceraian paksa. Ja'far meminta Imam Malik tak menyebarluaskan pandangannya tersebut, tapi ditolaknya. Gubernur Ja'far merasa terhina sekali. Ia pun memerintahkan pengawalnya menghukum dera Imam Malik sebanyak 70 kali. Dalam kondisi berlumuran darah, sang imam diarak keliling Madinah dengan untanya. Dengan hal itu, Ja'far seakan mengingatkan orang banyak, ulama yang mereka hormati tak dapat menghalangi kehendak sang penguasa.
Namun, ternyata Khalifah Mansur tidak berkenan dengan kelakuan keponakannya itu. Mendengar kabar penyiksaan itu, khalifah segera mengirim utusan untuk menghukum keponakannya dan memerintahkan untuk meminta maaf kepada sang imam. Untuk menebus kesalahan itu, khalifah meminta Imam Malik bermukim di ibukota Baghdad dan menjadi salah seorang penasihatnya. Khalifah mengirimkan uang 3.000 dinar untuk keperluan perjalanan sang imam. Namun, undangan itu pun ditolaknya. Imam Malik lebih suka tidak meninggalkan kota Madinah. Hingga akhir hayatnya, ia tak pernah pergi keluar Madinah kecuali untuk berhaji.
Pengendalian diri dan kesabaran Imam Malik membuat ia ternama di seantero dunia Islam. Pernah semua orang panik lari ketika segerombolan Kharijis bersenjatakan pedang memasuki masjid Kuffah. Tetapi, Imam Malik yang sedang shalat tanpa cemas tidak beranjak dari tempatnya. Mencium tangan khalifah apabila menghadap di baliurang sudah menjadi adat kebiasaan, namun Imam Malik tidak pernah tunduk pada penghinaan seperti itu. Sebaliknya, ia sangat hormat pada para cendekiawan, sehingga pernah ia menawarkan tempat duduknya sendiri kepada Imam Abu Hanifah yang mengunjunginya.
Dari Al  Muwatta' Hingga Madzhab Maliki
Al Muwatta' adalah kitab fikih berdasarkan himpunan hadits-hadits pilihan. Santri mana yang tak kenal kitab yang satu ini. Ia menjadi rujukan penting, khususnya di kalangan pesantren dan ulama kontemporer. Karya terbesar Imam Malik ini dinilai memiliki banyak keistimewaan. Ia disusun berdasarkan klasifikasi fikih dengan memperinci kaidah fikih yang diambil dari hadits dan fatwa sahabat.
Menurut beberapa riwayat, sesungguhnya Al Muwatta' tak akan lahir bila Imam Malik tidak 'dipaksa' Khalifah Mansur. Setelah penolakan untuk ke Baghdad, Khalifah Al Mansur meminta Imam Malik mengumpulkan hadits dan membukukannya. Awalnya, Imam Malik enggan melakukan itu. Namun, karena dipandang tak ada salahnya melakukan hal tersebut, akhirnya lahirlah Al Muwatta'. Ditulis di masa Al Mansur (754-775 M) dan baru selesai di masa Al Mahdi (775-785 M).
Dunia Islam mengakui Al Muwatta' sebagai karya pilihan yang tak ada duanya. Menurut Syah Walilullah, kitab ini merupakan himpunan hadits paling shahih dan terpilih. Imam Malik memang menekankan betul terujinya para perawi. Semula, kitab ini memuat 10 ribu hadits. Namun, lewat penelitian ulang, Imam Malik hanya memasukkan 1.720 hadits. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dengan 16 edisi yang berlainan. Selain Al Muwatta', Imam Malik juga menyusun kitab Al Mudawwanah al Kubra, yang berisi fatwa-fatwa dan jawaban Imam Malik atas berbagai persoalan.
Imam Malik tak hanya meninggalkan warisan buku. Ia juga mewariskan mazhab fikih di kalangan Islam Sunni, yang disebut sebagai Mazhab Maliki. Selain fatwa-fatwa Imam Malik dan Al Muwatta', kitab-kitab seperti Al Mudawwanah al Kubra, Bidayatul Mujtahid wa Nihaayatul Muqtashid (karya Ibnu Rusyd), Matan ar Risalah fi al Fiqh al Maliki (karya Abu Muhammad Abdullah bin Zaid), Asl al Madarik Syarh Irsyad al Masalik fi Fiqh al Imam Malik (karya Shihabuddin al Baghdadi), dan Bulgah as Salik li Aqrab al Masalik (karya Syeikh Ahmad as Sawi), menjadi rujukan utama mazhab Maliki.
Di samping sangat konsisten memegang teguh hadits, mazhab ini juga dikenal amat mengedepankan aspek kemaslahatan dalam menetapkan hukum. Secara berurutan, sumber hukum yang dikembangkan dalam Mazhab Maliki adalah Al-Qur'an, Sunnah Rasulullah SAW, amalan sahabat, tradisi masyarakat Madinah (amal ahli al Madinah), qiyas (analogi), dan al maslahah al mursalah (kemaslahatan yang tidak didukung atau dilarang oleh dalil tertentu).
Mazhab Maliki pernah menjadi mazhab resmi di Mekah, Madinah, Irak, Mesir, Aljazair, Tunisia, Andalusia (kini Spanyol), Marokko, dan Sudan. Kecuali di tiga negara yang disebut terakhir, jumlah pengikut mazhab Maliki kini menyusut. Mayoritas penduduk Mekah dan Madinah saat ini mengikuti Mazhab Hanbali. Di Iran dan Mesir, jumlah pengikut Mazhab Maliki juga tidak banyak. Hanya Marokko saat ini satu-satunya negara yang secara resmi menganut Mazhab Maliki.
Rabu, 02 Februari 2011
100 Tokoh Paling berpengaruh dalam sejarah (Michael H. Hart)
   | 
Selasa, 01 Februari 2011
SYIRIK
Narasumber : La Adri At  Tilmidz
Syirik atau  menyekutukan Allah adalah sesuatu yang amat diharamkan dan secara mutlak ia  merupakan dosa yang paling besar. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan  oleh Abi Bakrah bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda  :
“Maukah aku  kabarkan kepada kalian dosa yang paling besar (tiga kali) ? mereka menjawab :  ya, wahai Rasulullah ! beliau bersabda : menyekutukan Allah“ (muttafaq ‘alaih,  Al Bukhari hadits nomer : 2511)
Setiap dosa  kemungkinan diampuni oleh Allah Subhanahu wata’ala, kecuali dosa syirik, ia  memerlukan taubat secara khusus, Allah berfirman :
“Sesungguhnya  Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang  selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya (An Nisa :  48)
Di antara  macam syirik adalah syirik besar. Syirik ini menjadi penyebab keluarnya  seseorang dari agama Islam, dan orang yang bersangkutan, jika meninggal dalam  keadaan demikian, akan kekal di dalam neraka.
Di antara  kenyataan syirik yang umum terjadi di sebagian besar negara-negara Islam  adalah:
Menyembah  Kuburan
Yakni  kepercayaan bahwa para wali yang telah meninggal dunia bisa memenuhi hajat,  serta bisa membebaskan manusia dari berbagai kesulitan. Karena kepercayaan ini.  mereka lalu meminta pertolongan dan bantuan kepada para wali yang telah  meninggal dunia, padahal Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
“Dan Tuhanmu  telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia (Al Isra’  :23)
Termasuk dalam  kategori menyembah kuburan adalah memohon kepada orang-orang yang telah  meninggal, baik para nabi, orang-orang  shaleh, atau lainnya untuk mendapatkan syafaat atau melepaskan diri dari  berbagai kesukaran hidup. Padahal Allah Subhanahu wata’ala berfirman  :
“Atau siapakah  yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa   kepadaNya dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia)  sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? (An  Naml : 62)
Sebagian  mereka, bahkan membiasakan dan mentradisikan menyebut nama syaikh atau wali  tertentu, baik dalam keadaan berdiri, duduk, ketika melakukan sesuatu kesalahan,  dalam setiap situasi sulit, ketika di timpa petaka, musibah atau kesukaran  hidup.
Di antaranya  ada yang menyeru : “ ahai Muhammad.” Ada lagi yang  menyebut  :“Wahai Ali”. Yang lain lagi menyebut : “Wahai Jailani”. Kemudian ada  yang menyebut : “Wahai Syadzali”. Dan yang lain menyebut : “Wahai Rifai. Yang  lain lagi : “Al Idrus sayyidah Zainab, ada pula yang menyeru : “Ibnu ‘Ulwan dan  masih banyak lagi. Padahal Allah telah menegaskan:
“Sesungguhnya  orang-orang yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang  serupa juga dengan kamu” (Al A’raaf : 194)
Sebagian  penyembah kuburan ada yang berthawaf (mengelilingi) kuburan tersebut, mencium  setiap sudutnya, lalu mengusapkannya ke bagian-bagian tubuhnya. Mereka juga  menciumi pintu kuburan tersebut dan melumuri wajahnya dengan tanah dan debu  kuburan. Sebagian bahkan ada yang sujud ketika melihatnya, berdiri di depannya  dengan penuh khusyu’, merendahkan dan menghinakan diri seraya mengajukan  permintaan dan memohon hajat mereka. Ada yang meminta  sembuh dari sakit, mendapatkan keturunan, digampangkan urusannya dan tak jarang  di antara mereka yang menyeru : Ya sayyidi aku datang kepadamu dari  negeri yang jauh maka janganlah engkau kecewakan aku. Padahal Allah Subhanahu  wata’ala berfirman :
“Dan siapakah  yang lebih sesat dari pada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah  yang tidak dapat memperkenankan (do’anya) sampai hari kiamat dan mereka lalai  dari (memperhatikan) do’a mereka”. (Al Ahqaaf : 5)
Nabi  Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“Barang siapa  mati dalam keadaan menyembah sesembahan selain Allah  niscaya akan masuk neraka  (HR Bukhari, fathul bari : 8/176)
Sebagian  mereka, mencukur rambutnya di pekuburan, sebagian lagi membawa buku  yang  berjudul : Manasikul  hajjil masyahid  (tata cara  ibadah haji di kuburan keramat). Yang mereka  maksudkan dengan  masyahid  adalah kuburan  kuburan para wali. Sebagian mereka mempercayai bahwa para wali itu mempunyai  kewenangan  mengatur alam semesta, dan mereka bisa memberi madharat dan manfaat.  Padahal Allah Tabaroka wata’ala berfirman :
“Jika Allah  menimpakan sesuatu kemadharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat  menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu maka  tidak ada yang dapat menolak karuniaNya” (Yunus : 107)
Bernadzar  Untuk Selain Allah 
Termasuk  syirik adalah bernadzar untuk selain Allah seperti yang dilakukan oleh sebagian  orang yang bernadzar memberi lilin dan lampu untuk para ahli kubur.
Menyembelih  Binatang Untuk Selain Allah 
Termasuk  syirik besar adalah menyembelih binatang untuk selain Allah.padahal Allah  Tabaroka wata’ala berfirman : 
“Maka  dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah” ( Al Kutsar : 2)
Maksudnya  berkurbanlah hanya untuk Allah dan atas namaNya. Rasulullah Shallallahu’alaihi  wasallam bersabda : 
“Allah  melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah” (HR Muslim, shahih Muslim No  : 1978)
Pada binatang  sembelihan itu terdapat dua hal yang diharamkan.
Pertama :  penyembelihannya untuk selain Allah, dan kedua : penyembelihannya dengan atas  nama selain Allah. Keduanya menjadikan daging binatang sembelihan itu tidak  boleh dimakan. Dan termasuk penyembelihan jahiliyah -yang terkenal di zaman kita  saat ini- adalah menyembelih untuk jin. Yaitu manakala mereka membeli rumah atau  membangunnya, atau ketika menggali sumur mereka menyembelih di tempat tersebut  atau di depan pintu gerbangnya sebagai sembelihan (sesajen) karena takut dari  gangguan jin [lihat Taisirul  Azizil Hamid, hal : 158]
Menghalalkan  Apa Yang Diharamkan Oleh Allah Atau Sebaliknya
Di antara  contoh syirik besar -dan hal ini umum dilakukan– adalah menghalalkan apa yang  diharamkan oleh Allah atau sebaliknya. Atau kepercayaan bahwa seseorang  memiliki hak dalam masalah tersebut selain Allah Subhanahuwa ta’ala. Atau  berhukum kepada perundang-undangan jahiliyah secara sukarela dan atas  kemauannya. Seraya menghalalkannya dan kepercayaan bahwa hal itu dibolehkan .  Allah menyebutkan kufur besar ini dalam firmanNya :
“Mereka  menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain  Allah”. (At Taubah : 31)
Ketika Adi bin  hatim mendengar ayat tersebut yang sedang dibaca oleh Rasulullah  Shallallahu’alaihi wasallam ia berkata : “ orang-orang  itu tidak menyembah mereka. Rasulullah  Shallallahu’alaihi wasallam dengan tegas bersabda : “Benar, tetapi  meraka (orang-orang alim dan para rahib itu) menghalalkan untuk mereka apa yang  diharamkan oleh Allah, sehingga mereka menganggapnya halal. Dan mengharamkan  atas mereka apa yang dihalalkan oleh Allah, sehingga mereka menganggapnya  sebagai barang haram, itulah bentuk ibadah mereka kepada orang-orang alim dan  rahib [Hadits riwayat Al Baihaqi, As sunanul Kubra : 10/ 116, Sunan At Turmudzi  no : 3095, Al Albani menggolongkannya dalam hadits hasan. lihat ghayatul muram:  19].
Allah  menjelaskan, di antara sifat orang-orang musyrik adalah sebagaimana dalam  firmanNya : 
“Dan meraka  tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak  beragama dengan agama yang benar (agama Allah)”. (At Taubah : 29).
“Katakanlah :  Terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu  jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal. Katakanlah : Apakah Allah  telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan kedustaan  atas Allah? (Yunus : 59).
--------------------------
Sihir,  Perdukunan dan Ramalan 
Temasuk syirik  yang banyak terjadi adalah sihir, perdukunan dan ramalan. Adapun sihir, ia  termasuk perbuatan kufur dan di antara tujuh dosa besar yang menyebabkan  kebinasaan. Sihir hanya mendatangkan bahaya dan sama sekali tidak bermanfaat  bagi manusia. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan mereka  mempelajari sesuatu yang memberi madharat kepadanya dan tidak memberi manfaat  (Al Baqarah : 102).   
“Dan tidak  akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang” (Thaha : 69)
Orang yang  mengajarkan sihir adalah kafir. Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
“Padahal  Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir) hanya syaitan-syaitan itulah yang  kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang  diturunkan kepada dua malaikat di negeri babil yaitu Harut dan Marut, sedang  keduanya tidak mengajarkan (sesuatu kepada seseorangpun) sebelum mengatakan,  “sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. (Al  Baqarah : 102).
Hukuman bagi  tukang sihir adalah dibunuh, pekerjaannya haram dan jahat. Orang-orang bodoh,  sesat dan lemah iman pergi kepada para tukang sihir untuk berbuat jahat kepada  orang lain atau untuk membalas dendam kepada mereka. Di antara manusia ada yang  melakukan perbuatan haram, dengan mendatangi tukang sihir dan memohon  pertolongan padanya agar terbebas dari pengaruh sihir yang menimpanya. Padahal  seharusnya ia mengadu dan kembali kepada Allah, memohon kesembuhan dengan  KalamNya, seperti dengan Mu’awwidzat  (surat Al Ikhlas, Al  Falaq, dan An Naas) dan sebagainya.
Dukun dan  tukang ramal itu memanfaatkan kelengahan orang-orang awam (yang minta  pertolongan padanya) untuk mengeruk uang mereka sebanyak-banyaknya. Mereka  menggunakan banyak sarana untuk perbuatannya tersebut. Di antaranya dengan  membuat garis di pasir, memukul rumah siput, membaca (garis) telapak  tangan,cangkir, bola kaca, cermin, dsb.
Jika sekali  waktu mereka benar, maka sembilan puluh sembilan kalinya hanyalah dusta belaka.  Tetapi tetap saja orang-orang dungu tidak mengingat, kecuali waktu yang sekali  itu saja. Maka mereka pergi kepada para dukun dan tukang ramal untuk mengetahui  nasib mereka di masa depan, apakah akan bahagia, atau sengsara, baik dalam soal  pernikahan, perdagangan, mencari barang-barang yang hilang atau yang  semisalnya.
Hukum orang  yang mendatangi tukang ramal atau dukun, jika mempercayai terhadap apa yang  dikatakannya adalah kafir, keluar dari agama Islam. Rasulullah  Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“Barang siapa  mendatangi dukun dan tukang ramal, lalu membenarkan apa yang dikatakannya,  sungguh dia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad”. (HR  Ahmad: 2/ 429, dalam shahih jami’ hadits, no : 5939)
Adapun jika  orang yang datang tersebut tidak mempercayai bahwa mereka mengetahui hal-hal  ghaib, tetapi misalnya pergi untuk sekedar ingin tahu, coba-coba  atau  sejenisnya, maka ia tidak tergolong orang kafir, tetapi shalatnya tidak diterima  selama empat puluh hari. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda  :
“Barang siapa  mendatangi tukang ramal, lalu ia menanyakan padanya tentang sesuatu, maka tidak  di terima shalatnya selama empat puluh malam” (Shahih Muslim : 4 /  1751).
Ini masih pula  harus dibarengi dengan tetap mendirikan shalat (wajib) dan bertaubat  atasnya.
Kepercayaan  adanya pengaruh bintang dan planet terhadap berbagai kejadian dan kehidupan  manusia.
Dari Zaid bin  Khalid Al Juhani, Ia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam shalat  bersama kami, shalat subuh di Hudaibiyah – Di mana masih ada bekas hujan yang  turun di malam harinya- setelah beranjak beliau menghadap para sahabatnya seraya  berkata:
“Apakah kalian  mengetahui apa yang difirmankan oleh Robb kalian? Mereka menjawab : “ Allah dan  RasulNya yang lebih mengetahui”. Allah berfirman : Pagi ini di antara hambaKu  ada yang beriman kepadaKu dan ada pula yang kafir. Adapun orang yang berkata:  kami diberi hujan denagn karunia Allah dan rahmatNya maka dia beriman kepadaKu  dan kafir terhadap bintang. Adapun orang yang berkata: (hujan ini turun) karena  bintang ini dan bintang itu maka dia telah kufur kepadaKu dan beriman kepada  bintang” (HR Al Bukhari, lihat Fathul Baari : 2/ 333).
Termasuk dalam  hal ini adalah mempercayai Astrologi  (ramalan  bintang) seperti yang banyak kita temui di Koran dan majalah. Jika ia  mempercayai adanya pengaruh bintang dan planet-planet tersebut maka dia telah  musyrik. Jika ia membacanya sekedar untuk hiburan  maka ia telah melakukan  perbuatan maksiat dan berdosa. Sebab tidak dibolehkan mencari hiburan dengan  membaca hal-hal syirik. Di samping syaitan terkadang berhasil menggoda jiwa  manusia sehingga ia percaya kepada hal-hal syirik tersebut, maka membacanya  termasuk sarana dan jalan menuju kemusyrikan.
Termasuk  syirik, mempercayai adanya manfaat pada sesuatu yang tidak dijadikan demikian  oleh Allah Tabaroka wata’ala. Seperti kepercayaan sebagian orang terhadap jimat,  mantera-mantera berbahu syirik, kalung dari tulang, gelang logam dan sebagainya,  yang penggunaannya sesuai dengan perintah dukun, tukang sihir, atau memang  merupakan kepercayaan turun menurun.
Mereka  mengalungkan barang-barang tersebut di leher, atau pada anak-anak mereka untuk  menolak ‘ain  (pengaruh  jahat yang disebabkan oleh rasa dengki seseorang dengan pandangan matanya; kena  mata). Demikian anggapan mereka. Terkadang mereka mengikatkan barang-barang  tersebut pada badan, manggantungkannya di mobil atau rumah, atau mereka  mengenakan cincin dengan berbagai macam batu permata, disertai kepercayaan  tertentu, seperti untuk tolak bala’ atau untuk menghilangkannya.
Hal semacam  ini, tak diragukan lagi sangat bertentangan dengan (perintah) tawakkal kepada  Allah. Dan tidaklah hal itu menambah kepada manusia, selain kelemahan. Belum  lagi ia termasuk berobat dengan sesuatu yang diharamkan.
Berbagai jimat  yang digantungkan, sebagian besar dari padanya termasuk syirik  jaly (yang nyata).  Demikian pula dengan minta pertolongan kepada sebagian jin atau setan,  gambar-gambar yang tak bermakna, tulisan-tulisan yang tak berarti dan  sebagainya. Sebagian tukang tenung (sulap) menulis ayat-ayat Al Qur’an dan  mencampur-adukkannya dengan hal lain yang termasuk syirik. Bahkan sebagian  mereka menulis ayat-ayat Al Qur’an dengan barang yang najis atau dengan darah  haid. Menggantungkan atau mengikatkan segala yang disebutkan di atas adalah  haram. Ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi wasallam : 
“Barangsiapa  yang menggantungkan jimat maka dia telah berbuat syirik [HR Imam Ahmad :4/ 156  dan dalam silsilah hadits shahihah hadits No : 492].
Orang yang  melakukan perbuatan tersebut, jika ia mempercayai bahwa berbagai hal itu bisa  mendatangkan manfaat atau madharat (dengan sendirinya) selain Allah maka dia  telah masuk dalam golongan pelaku syirik besar. Dan jika ia mempercayai bahwa  berbagai hal itu merupakan sebab bagi datangnya manfaat, padahal Allah tidak  menjadikannya sebagai sebab, maka dia telah terjerumus pada perbutan syirik  kecil, dan ini  masuk dalam kategori syirkul  asbab.
Langganan:
Komentar (Atom)